karya ilmiah goa pindul


KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA DAN FAUNA
EKOSISTEM GUA PINDUL
BERDASARKAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI

Karya tulis ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN)
Tahun Pelajaran 2016 - 2017
 
DiSusun Oleh :
Nama                     : Shahnaz Fachriyanthy
No. Induk              : 6181
Kelas                      : XII MIA


SMA MUHAMMADIYAH 5
Jalan Tebet Timur Raya No.565 Jakarta Selatan
2016



LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ini telah diperiksa dan disetujui oleh guru pembimbing untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2016/2017


Pembimbing Materi                                                                Pembimbing Teknis




Desita Ayu Kusuma, S.Pd.                                                     Asmah, S.Pd.


Mengetahui
                                                         

Kepala SMA Muhammadiyah 5                                             Wali Kelas




Moh Ridwan, S.Pd.I                                                               Nur Emira, S.Pd.




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Karya tulis ini disusun dari hasil pengamatan langsung yaitu kunjungan ke Gua Pindul, Yogyakarta. Adapun tujuan menyusun karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2016/2017
Dalam penyusunan karya tulis ini penyusun mendapatkan banyak kendala, sehingga pada akhirnya penyusun dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dari awal sampai akhir penyusun mendapat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari para pembimbing. Selanjutnya penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. Moh Ridwan, S.Pd.I Selaku Kepala SMA Muhammadiyah 5   Jakarta
2. Desita Ayu Kusuma, S.Pd. Selaku pembimbing materi
3. Asmah, S.Pd. Selaku pembimbing teknis
4. Nur Emira, S.Pd Selaku wali kelas 12 MIA
5. Bapak dan Ibu guru serta Pemandu Objek Wisata Gua Pindul yang telah
    memberikan informasi dalam menyusun laporan ini
6. Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
    kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya tulis ini
    dengan baik
7. Semua teman, terutama kelas XII MIA yang selama ini turut membantu
    menyusun dalam mengerjakan karya tulis ini
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu penyusun sangat mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi kesempurnaan karya tulis ini. Penyusun berharap agar karya tulis ini selain untuk memenuhi syarat juga dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
            Akhir kata penyusun berharap semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penyusun mendapat balasan dari Allah SWT.


Jakarta,



Penyusun


















DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan…….…………………………………...………......... i
Kata Pengantar……………………………………...…………………..… ii
Daftar isi.………………………………………….…..................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
            1.1       Latar Belakang………………………………….............. 1
            1.2       Rumusan Masalah………………………………...…...... 2
            1.3       Kajian Pustaka………….…………………………..…... 2
            1.4       Waktu Penelitian............................................................... 3
1.5       Tempat Penelitian.............................................................. 3
            1.6       Manfaat Penelitian............................................................. 3
BAB II. KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
            2.1       Kajian Teori........................................................................... 4                      2.1.1    Pengertian Gua......................................................................  4                     2.1.2    Proses Terbentuknya Gua..................................................... 4
            2.1.3    Faktor Yang Mempengaruhi Komponen Penyusun
Gua.......................................................................................... 5
            2.1.4    Jenis- Jenis Gua...................................................................... 5                     2.1.5    Zona Dalam Ekosistem Gua……………………..……... 6
2.1.6    Flora dan Fauna Pada Ekosistem Gua............................... 7
2.2       Pembahasan............................................................................ 9         2.2.1 Sejarah Terbentuknya Gua Pindul...................................... 9
2.2.2    Kondisi Geografis Gua Pindul............................................. 12         2.2.3    Ekosistem Gua Pindul.......................................................... 13       
2.2.4    Komponen Ekosistem Gua Pindul.................................. 14              2.2.5    Zona Dalam Ekosistem Gua Pindul................................ 15              2.2.6    Flora dan Fauna Yang Terdapat di Gua Pindul.......... 16

BAB III. PENUTUP
            3.1       Kesimpulan….……………………………..………... 20
            3.2       Saran……..………………………………….…….… 21
Daftar Pustaka…………….………………………………………....
Lampiran…........………….…………………………………....…….....






BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang 
goa Pindul adalah gua yang terletak di dusun Gelaran 1, desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Kawasan ini merupakan salah satu obyek wisata baru di daerah Gunungkidul.  Sejak tahun 2010 silam Obyek Wisata ini mulai dikembangkan oleh masyarakat sekitar dan hingga sekarang masih menjadi target destinasi untuk para wisatawan lokal, nasional maupun internasional.
Gua Pindul adalah salah satu dari gua didaerah Gunungkidul yang dialiri aliran sungai dibawah tanah. Panjang Totalnya 300 m dan lebar rata-ratanya 5-6 m, kedalam air antara 4-7 m, tinggi permukaan air kelangit-langit gua sekitar 4,5 m, waktu tempuh sekitar 20-40 menit. Namun ada salah satu zona sempit yang hanya dapat di lewati dengan 1 ban/tubing saja, ini adalah alasan kenapa penyusuran goa pindul hanya menggunakan ban, bukan sampan atau perahu karet. Oleh sebab itu wisata ini kami beri nama Cave Tubing Pindul. Aliran air didalam gua cukup tenang, sehingga tidak diperlukan ketrampilan yang tinggi untuk menyusurinya dan cocok untuk segala usia. Menurut perkembangan sistem gua, Gua Pindul ini termasuk dalam Gua Stadia Wisata.
Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik yang berbeda, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona remang dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri.
Dibagian dalam gua terdapat sebuah stalagtit yang sudah menyatu dengan stalagmit sehingga tampak seperti sebuah pilar dengan ukuran lebar lima rentangan tangan orang dewasa. Ditengah gua terdapat ruang yang cukup besar dengan lubang diatasnya sehingga sinar matahari dapat masuk melalui lubang tersebut. Bagian tersebut adalah yang disebut dengan zona terang.
            Maka dari penulis memilih judul ”ekosistem gua pindul berdasarkan cahaya matahari” Karena keindahan dan keunikan ekosistem yang ada di gua pindul
1.2.         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.2.1.  Apa yang dimaksud ekosistem gua pindul?
1.2.2.  Bagaimana sejarah terbentuknya gua pindul?
1.2.3.  Bagaimana kondisi geografis  gua pindul?
1.2.4.  Zona apa saja yang terdapat di ekosistem perairan gua pindul?
1.2.5. Apa sajakah flora dan fauna yang ada di gua pindul?
1.3.     Kajian Pustaka
1.3.1.  Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keragaman hayati adalah keanekaragaman diantara mahkluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta komplex-komplex ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamnnya, mencakup keanekaragaman dalam spesis antara spesis dan ekosistem (Mc Noughton,dkk.1978).
1.3.2.  Pengertian Ekosistem
Berdasarkan UU Lingkungan Hidup tahun 1997, ekosistem merupakan tatatan kesatuan cara yang utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Unsur unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
1.3.3.  Pengertian Flora dan Fauna
Flora menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) adalah “Keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-tumbuhan suatu habitat atau daerah, atau disebut juga alam tumbuh-tumbuhan” (KUBI, 2003 : 318).
Fauna merupakan semua jenis hewan yang hidup di muka bumi sesuai dengan pengertian dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) adalah “Keseluruhan kehidupan hewan suatu habitat atau daerah atau strata geologi tertentu atau disebut juga dunia hewan” (KUBI, 2003 : 308).
1.4      Waktu Penelitian
Waktu yang ditempuh untuk menyusuri aliran sungai pada gua pindul sekitar 20-40 menit.
1.5     Tempat  Penelitian
Penelitian dilakukan  di Gua Pindul, gua yang terletak di dusun Gelaran 1, desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta.
1.6     Manfaat  Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah menambah pengetahuan tentang ekosistem gua pindul, terutama tentang tipe-tipe ekosistem gua pindul berdasarkan intensitas cahaya matahari. Mengenal letak geografis gua pindul serta sejarah terbentuknya gua pindul. Serta diharapkan warga Indonesia menjaga dan melestarikan ekosistem yang ada di gua pindul, sehingga gua pindul dapat dijadikan sebagai tempat wisata alam terindah yang ada di Pulau Jawa.  




BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1.     Kajian Teori
2.1.1.    Pengertian Gua
Gua merupakan bentukan alami yang tidak biasa terlepas atau berdiri sendiri dari linkungannya. Menurut IUS (International Union of Speleology), cave atau gua yaitu setiap ruang bawah tanah yang berbentuk lorong-lorong yang dapat ditelusuri/ dimasuki manusia. Oleh karena itu caving adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap gua dan lingkungannya. Ada tiga istilah yang sering digunakan oleh para penelusur gua yatu speleology (sering digunakan oleh orang Eropa), spelunking (oleh orang Amerika) dan caving (oleh orang Inggris). Namun di Indonesia istilah yang popular untuk sebutan penelusuran gua yatu caving sedangkan orang yang berkecimpung dalamnya disebut caver.
Gua adalah ruang bawah tanah alami yang cukup besar bagi manusia. Gua merupakan rongga alami yang memiliki keadaanyang gelap serta lembab. Kata gua juga mencakup ruang yang lebih kecil seperti tempat penampungan batu, gua laut, dan gua-gua. Ilmu pengetahuan gua adalah ilmu eksplorasi dan studi dari semua aspek gua dan lingkungan yang mengelilingi gua-gua.
2.1.2.  Proses Terbentuknya Goa
Terbentuknya Goa itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur.Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa bantuan,baik secara fisik, kimiawi, maupun secara biologis.


Proses pelapukan batuan membutuhkan waktu yang sangat begitu lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah.Apabila tanah tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan tanah mineral.
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Komponen Penyusun Gua:
1. Suhu, pada setiap zona goa suhunya berbeda-beda yaitu zona terang, zona remang dan zona gelap. Suhu di zona gelap lebih rendah dari pada di zona remang dan zona terang. Hal ini dikarenakan pada zona gelap tidak terdapat cahaya matahari yang memasuki zona tersebut, maka suhu pada zona gelap rendah.
2. Kelembapan, disetiap zona goa memiliki perbedaan kelembapan. Pada zona gelap memiliki kelembapan yang tinggi dari pada zona terang dan zona remang. Karena tidak adanya intensitas cahaya yang masuk, selain itu memiliki kedalaman yang jauh dari permukaan yang menyebabkan kelembapan yang tinggi. Oleh karena itu, terjadi perbedaan keanekaragaman makhluk hiduup yang ada didalamnya.
3. Intensitas cahaya
4. Ketersediaan makanan
5. Air
6. Udara
2.1.4.  Jenis –Jenis Gua                                                                  
  Berdasarkan kemelimpahan dan jenis sumber pakan dibedakan 5 tipe gua, yaitu :
1.     Oligotrophic yaitu gua yang mempunyai jumlah ketersediaan bahan organik yang rendah yang berasal dari hewan atau tumbuhan.
2.     Eutrophic adalah gua yang mempunyai ketersediaan bahan organik yang sangat tinggi, umumnya berasal dari hewan, khususnya guano kelelawar.
3.     Distrophic adalah gua yang ketersediaan bahan organik berasal dari tumbuhan yang terbawa banjir.
4.     Mesotrophic adalah gua yang berada pada tingkat menengah antara tiga tipe tersebut dan dicirikan dengan ketersediaan bahan organic dari hewan dan tumbuhan dalam jumlah yang sedang.
5.     Poecilotrophic adalah gua yang merupakan pemanjangan bagian gua dengan suplai allet yang berbeda dengan rentang bagian oligotrophic sampai eutrophic (Trajano, 2000)
2.1.5.  Zona Dalam Ekosistem Gua                                                         
  Ekosistem gua memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam, temperatur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi dan konstan. Gua berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, gua memiliki tiga zona :
1.      Zona mulut atau zona terang (entrance zone). Pada zona ini menerima cahaya matahari langsung dan iklim gua sangat terpengaruh oleh faktor luar gua. Temperatur dan kelembaban berfluktuasi tergantung kondisi luar gua. Kondisi iklim mikro di mulut gua masih sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi di luar gua Mulut gua mempunyai komposisi fauna yang mirip dengan komposisi fauna di luar gua seperti rakun, beruang, salamander, burung hantu, serta siput. Selain itu, ada zona ini juga ditemukan tanaman, seperti lumut, pakis dan tanaman paku.
2.     Zona senja atau zona remang (twilight zone) adalah zona dengan cahaya matahari tidak langsung, berupa pantulan cahaya dari zona mulut. Di zona peralihan ini kondisi lingkungan masih dipengaruhi oleh luar gua, yaitu masih ditemukannya aliran udara. Temperatur dan kelembaban juga masih dipengaruhi oleh lingkungan luar gua. Komposisi fauna pada zona ini mulai berbeda baik dari segi jumlah jenis maupun individu. Kemelimpahan jenis dan individu lebih sedikit dibandingkan di daerah mulut gua. Pada zona ini akan ditemukan organisme dari jenis trogloxene, seperti kelelawar, laba-laba, ngengat, kaki seribu, dan jamur. Hewan pada zona ini bersifat dapat masuk dan keluar dari gua selama siklus hidupnya.
3.     Zona gelap (dark zone) adalah zona dimana tidak ada cahaya sama sekali. Daerah ini merupakan daerah yang gelap total sepanjang masa, kondisi temperatur dan kelembaban mempunyai fluktuasi yang sangat kecil sekali. Jenis fauna yang ditemukan sudah sangat khas dan telah teradaptasi pada kondisi gelap total. Organisme gua sejati hidup di zona ini, seperti fauna yang berasal dari golongan Troglobite. Fauna yang ditemukan biasanya mempunyai jumlah individu yang kecil namun mempunyai jumlah jenis yang besar.
2.1.6.  Flora Fauna Pada Ekosistem Gua
1.     Mikroorganisme dan decomposer pada ekosistem gua, seperti jamur dan bakteri.
2.     Kelelawar Pemakan Serang, Pemakan Buah, dan Burung Walet
Lebih dari separuh spesies kelelawar pemakan serangga dan 3-4 spesies kelelawar buah, menggunakan gua sebagai tempat tinggal, baik secara permanen atau hanya pada masa tertentu saja. Spesies kelelawar yang bersarang di gua memiliki preferensi berbeda-beda terhadap kondisi gua. Kelelawar buah Eonycteris spelaea ditemukan pada ruangan di dekat mulut gua (Goodwin, 1979). Kelelawar lain, Miniopterus cenderung ditemukan di zona gelap (Marshall, 1971). Beberapa spesies kelelawar, termasuk kelelawar buah dan kelelawar pemakan serangga bersarang di zona antara atau zona transisi. Beberapa jenis kelelawar dan walet memiliki kemampuan echolocate; yakni menghasilkan suara dan memperkirakan echoes yang direfleksikan kembali oleh benda keras, sehingga mereka memiliki gambaran lingkungan sekitarnya. Di dalam gua kemampuan ini digunakan untuk menghindari batu-batuan, sedangkan di luar gua digunakan untuk mendeteksi mangsa. Familia hewan yang berbeda menggunakan sistem echolocate yang berbeda pula, dan beberapa di antaranya dapat mendeteksi hewan berukuran 1 mm. Oleh karena itu kelelawar dapat dengan mudah menangkap mangsanya, namun beberapa jenis serangga dapat pula mendeteksi echolocate, sehingga dapat menghindar atau mengeluarkan bunyi-bunyian yang membingungkan (Fenton dan Fullard 1981; Fenton 1983).
3.     Arthropoda. Arthropoda merupakan instrumen ekonomi penting karena dapat mengontrol hama dan penyakit tanaman. Taksa ini juga penting sebagai agen penyerbuk bunga dan dekomposisi seresah untuk menyuplai hara. Arthropoda (serangga, laba-laba, udang, centipede, millipede, dan lainnya) juga menjadi dasar rantai makanan, sehingga menjadi sangat penting karena menyusun bagian dasar rantai makanan dan menjaga keseimbangan lingkungan serta memberi makan hewan lain seperti ikan, reptil, burung, dan mamalia. Kebanyakan arthropoda tidak sepenuhnya tinggal di kawasan karst, namun kerusakan lingkungan di sekitarnya seringkali menjadikan kawasan karst sebagai tempat pengungsiannya yang terakhir (Vermeulen dan Whitten, 1999). Beberapa di antaranya memiliki alat-alat tambahan yang sangat panjang sebagai bentuk adaptasi fisiologisnya terhadap lingkungan, misalnya kaki centipede dan antena jengkerik.
4.     Molusca dan Cacing, organism ini berperan sebagai konsumen tingkat satu yang akan membawa makanan jauh ke dalam gua.
5.     Ikan, berperan sebagai predator pada ekosistem gua. Hidup jauh di dalam gua yang gelap. Terdapat adaptasi fisiologis, yaitu tereduksinya organ penglihatan. Ikan pada ekosistem gua menempati posisi predator pada rantai makanan.
6.     Salamander, berperan sebagai predator pada ekosistem gua. Salamander pada sisi kiri merupakan salamander yang berhabitat pada daerah senja atau remang-remang pada gua, sedangkan salamander pada sisi kanan merupakan salamander yang bermukim di zona gelap.
7.     Ular
8.     Akar akar tumbuhan yang biasa menembus celah celah di dalam Gua
2.2.    Pembahasan
2.2.1   Sejarah Terbentuknya Gua Pindul
Terbentuknya Gua Pindul itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur.Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa bantuan,baik secara fisik, kimiawi, maupun secara biologis.
Proses pelapukan batuan membutuhkan waktu yang sangat begitu lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah.Apabila tanah tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan tanah mineral.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan antara lain yaitu:
1.     Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh batuan.Sifat fisik batuan, misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia batuan adalah unsur-unsur kimia yang terkandung dalam batuantersebut. Kedua sifat inilah yang menyebabkan perbedaan daya tahan batuan terhadap pelapukan.
2.     Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses terjadinya pelapukan batuan. Batuan yang berada dilereng curam cenderung akan mudah lapuk dibandingkan dengan batuan yang berada di tempat landai. Pada lereng yang curam batuan akan mudah terkikis karena langsung bersentuhan dengan cuaca sekitar
3.     Cuaca dan iklim
Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu udara, curah hujan, sinar matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang memiliki iklim lembab dan panas, batuan akan cepat mudah mengalami pelapukan. Pergantian temperatur antara siang yang panas dan malam yang dingin akan semakin cepat proses pelapukan.
4.     Keadaan Vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses pelapukan, sebab akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah batuan. Apabila akar batuan tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan semakin besar pula dalam menerobos batuan.
Jika dikaji prosesnya, pelapukan yang terjadi di Goa Pindul adalah sebagai akibat adanya pelapukan secara kimiawi. Pelapukan kimiawi yaitu proses pelapukan masa batuan yang disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut. Proses yang terjadi dalam pelapukan kimiawi ini disebut juga dengan nama Dekomposisi. Pelapukan kimiawi banyak terjadi di daerah panas dan lembab sebab tersedianya air yang membasahi dan melarutkan batuan kapur Terdapat 4 macam proses yang termasuk pada pelapukan kimia, yaitu sebagai berikut:
1.     Proses Hidrasi, yaitu proses batuan yang mengikat batuan diatas permukaan saja. Proses pelapukan ini adalah air sebagai zat pelarutnya. Molekul-molekul air sebagai zat pelapuknya teradsorpsi (tertarik atau tertangkap)oleh satu zat.
2.     Hidrolisa, yaitu proses penguraian air(H2O) atas unsur-unsurnya menjadi ion positif dan negatif. Jenis pelapukan ini terkait dengan pembentukan tanah liat.
3.     Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi. Oksigen sebagai zat pelapuknya yang terlarut dalam air atau terdapat dalam udara yang lembab. Proses oksidasi terlihat pada pelapukan batuan yang banyak mengandung unsur besi dengan oksigen. Proses pelapukan ini berlangsung sangat lama, tetapi batuan akan pasti akan mengalami proses pelapukan.
4.     Karbonasi, yaitu pelapukan batuan oleh karbondioksida (CO2). Gas ini terkandung pada uap air menjadi air hujan. jenis batuan yang mudah mengalami karbonasi adalah batuan kapur. Reaksi antara karbondioksida dengan batuan kapur akan menyebabkan batuan menjadi rusak. Pelapukan ini berlangsung dengan bantuan air dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur (CacO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan yang dapat menimbulkan gejala karst. Proses pelapukan batuan secara kimiawi di daerah karst disebut dengan kartifikasi.
Bentukan-bentukan relief yang terdapat didalam goa kapur tidak terlepas akibat adanya proses pelapukan kimia, berupa karbonasi. Zat pelapuk dalam proses ini adalah karbondioksida (CO2) yang bereaksi dengan air (H2O) menjadi kalsium bikarbonat.
Karst merupakan salah satu bentuk pelapukan kimiawi. Karst adalah daerah yang terdiri atas batuan kapur yang berpori sehingga apabila ada air di permukaan maka akan selalu merembes ke dalam tanah. Gejala atau bentuk-bentuk alam yang terjadi di daerah karst diantaranya yaitu: dolina (lubang-lubang yang berbentuk corong), ponor (lubang yang air tanahnya dalam), gua dan sungai bawah tanah, Stalaktit (batuan yang bergantungan pada atap gua), stalakmit (batuan yang berada didasar goa).
Stalaktit dan stalakmit adalah bentuk alam khas di daerah karst. Stalaktit dan stalakmit terbentuk akibat dari proses pelarutan air di daerah kapur yang berlangsung secara terus menerus. Air yang larut di daerah karst akan masuk kelubang-lubang kemudian turun ke gua dan menetes-netes dari atap gua ke dasar gua. Tetesan air ini lama-lama berubah jadi batuan yang bentuknya runcing-runcing seperti tetesan air. Stalaktit  adalah batu yang terbentuk di atap gua, bentuknya meruncing kebawah, sedangkan stalakmit merupakan batu yang terbentuk di dasar gua bentuknya meruncing ke atas.
Gua Pindul merupakan Gua basah, karena terdapatnya sungai yang masih mengalir dari bagian depan hingga mulut gua di bagian belakang. Pada awal terbentuknya Gua Pindul dengan sungai yang mengalir berada didalamnya terjadi sebagai akibat karena adanya proses pelarutan oleh air hujan yang jatuh di daerah kapur meresap melalui celah atau retakan yang disebut diaklas, mengikis daerah yang dilaluinya maka retakan atau celah itu akan semakin lebar dan membesar Jika retakan atau celah membentuk lubang-lubang yang saling berhubungan dan terdapat aliran air maka terbentuklah sungai di bawah tanah
Terbentuknya sungai di bawah tanah yang berada di Gua Pindul yaitu permulaan terbentuknya gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi dikedalaman yang acak berada di bawah water table, sering kali juga terdapat pada zona phreatic yang dalam.Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan.
2.2.2.  Kondisi Geografis Gua Pindul
       Kondisi geografis gua pindul (Pindul Cave) terletak di Padukuhan (Dusun) Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Koordinat GPS: S7°55'42" E110°38'53". Desa Bejiharjo merupakan salah satu Desa Wisata di Kabupaten Gunungkidul, Letak gua ini tidak terlalu jauh dari kota Jogjakarta, kurang lebih 60 km atau dengan perjalanan selama 1 jam, setelah memasuki Desa Bejiharjo, perjalanan dilanjutkan mengikuti jalan aspal.
        Gua Pidul adalah salah satu dari gua didaerah Gunungkidul yang dialiri aliran sungai dibawah tanah. Panjang Totalnya 300 m dan lebar rata-ratanya 5-6 m, kedalam air antara 4-7 m, tinggi permukaan air kelangit-langit gua sekitar 4,5 m, waktu tempuh sekitar 20-40 menit. Aliran air didalam gua cukup tenang, sehingga tidak diperlukan ketrampilan yang tinggi untuk menyusurinya dan cocok untuk segala usia. Menurut perkembangan sistem gua, Gua Pindul ini termasuk dalam Gua Stadia Wisata.
2.2.3.  Ekosistem Gua Pindul
Gua merupakan sebuah ekosistem yang khas. Ada yang menganggap bahwa gua merupakan sebuah ekosistem yang tertutup namun hal ini tidak sebenarnya terjada dalam ekosistem gua. Ekosistem gua merupakan sebuah ekosistem yang terbuka dimana semua komponen saling berkaitan baik dalam lingkungan gua maupun lingkungan luar gua. Kondisi gelap total tidak memungkinkan produsen utama seperti pada lingkungan luar gua dapat hidup seperti di luar gua. Hal ini menyebabkan tumbuhan hijau sebagai sumber utama energi di ekosistem lain di luar gua tidak ada di dalam gua. Sehingga energi dalam gua merupakan sumber energi yang allochtonous dan sangat bergantung pada produktivitas mikroorganisme yang ada dalam gua maupun sumber-sumber lain yang berasal dari luar gua.
Energi di dalam gua berasal dari deposit bahan organik, seperti guano di bawah tempat bertengger kelelawar dan burung walet; sisa-sisa akar tumbuhan yang masuk melalui celah di langit-langit gua, serta seresah tumbuhan dan hewan-hewan kecil yang terbawa masuk oleh air hujan. Di kawasan tropis, akar pepohonan merupakan sumber bahan organik yang penting di gua; banyak pohon, seperti Ficus, dapat bertahan lingkungan karst yang tandus, dengan menjalarkan akarnya jauh ke dalam batu gamping, sering hingga di bawah permukaan air tanah. Organisme tertentu, seperti fungi, protozoa, dan bakteri menguraikan deposit ini sebagai nutrien-nutrien yang akan digunakan sebagai sumber energi bagi organisme yang berada di dalam gua. Selanjutnya, perpindahan energi ini dilakukan oleh konsumen primer gua, yaitu berupa golongan nematode, kecoa, dan kumbang atau insekta lainnya. Konsumen primer ini kemudian akan dimakan oleh bangsa arthropoda yang lebih besar, seperti jangkerik, centipede, laba-laba, dan juga ikan atau kepiting gua. Pada konsumen teratas sering pula ditemui reptile, seperti ular. Rantai makanan ini terus bergulir, dimana konsumen teratas akan mati dan diuraikan kembali oleh mikroorganisme yang berada di dalam gua mejadi nutrient-nutrien sederhana sebagai sumber energi kehidupan ekosistem gua.                                                                                                                 Ekosistem gua pindul merupakan salah satu tingkat keanekaragaman hayati. Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik yang berbeda, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona remang dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri.
2.2.4.  Komponen Ekosistem Gua Pindul                                                                         Komponen ekosistem ada 2, yaitu komponen biotik yaitu suatu benda yang hidup dan komponen abiotik yaitu suatu benda yang tak hidup. Pada gua juga terdapat komponen biotik dan abiotik, contoh komponen abiotik yaitu Stalaktit ( stalactite ), Stalagmit ( stalagmite ), Tiang ( column ), Tirai ( drapery ), Teras-teras travertin, Geode (batu permata).             Selain itu di gua pindul komponen biotik yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan komponen yang ada di gua yang masih belum terjamah oleh manusia, hewan yang kami temukan hanya kelelawar gua yang hidup di bagian atas gua. Sedangkan pada ekosistem gua yang masih perawan, keanekaragamannya lebih banyak. Hewan-hewan yang ditemukan lebih bervariasi seperti adanya landak gua, laba-laba, jangkrik, kelelawar, ulat, kecoa gua dan masih banyak lagi hewan-hewan kecil   yang tinggal. Selain itu didalam terdapat akar-akar pohon dari atas yang menembus kedalam gua yang mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan.
2.2.5.  Zona Dalam Ekosistem Gua Pindul
Gua Pindul berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, Gua memiliki tiga zona:
Pada zona terang (di mulut gua) pindul terdapat komponen biotic berupa: lumut, burung sriti, dan ikan. Sedangkan komponen abiotik nya : tanah, batu, air, stalaktit, stalakmit, pH air 8, suhu 33,2 dan kelembapan 99%.         Masuk ke zona remang, cahaya yang masuk ke lapisan goa sangat kecil. Komponen biotik nya adalah kelelawar goa (kampret dan codot), ikan lele dan ikan nila. Sedangkan abiotiknya terdapat batu kolon yang merupakan hasil pertemuan endapan antara stalaktit dan stalakmit yang akhirnya membentuk tiang yang menghubungkan stalaktit dan stalakmit menjadi satu, lalu ada air, batu tirai yaitu terbentuk dari air yang menetes melalui bidang rekahan yang memanjang pada langit-langit yang miring hingga membentuk endapan cantik yang berbentuk lembaran tipis vertical,kemudian ada stalakmit, stalaktit, dan pada zona remang Ph air 8, suhu 31,64, kelembapan 94%.                                                                                                                    Dan pada zona gelap abadi , tidak ada sama sekali cahaya yang masuk dan ketinggian air semakin dalam sekitar 7 meter. Komponen biotik nya adalah kelelawar (codot dan kampret), burung sriti, dan ikan. Sedangkan komponen abiotiknya terdapat stalaktit yaitu terbentuk dari tetesan air dari atap gua yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ) yang mengkristal, dari tiap tetes air akan menambah tebal endapan yang membentuk kerucut menggantung dilangit-langit gua, stalakmit merupakan pasangan dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua, Batu allet yang terbentuk dari pembentukan rongga oleh aktifitas pelarutan air tanah, selain batu allet ada batu kapur, batu tirai besar. Kemudian dalam kondisi yang berbeda terjadi pengendapan material mineral (kuarsa, kalsit dan fluorit) yang dibawa oleh air`tanah pada bagian dinding rongga. Pada zona gelap abadi ini pH air 8, suhu 31,66, kelembapan 94%.        Kombinasi rafting dengan tubing, Cave Tubing Gua Pindul merupakan gua horizontal-vertikal dengan aliran sungai bawah tanah memiliki panjang 350 meter, lebar 5 meter dengan kedalaman 5-12m Memiliki 3 zona yaitu zona terang, zona remang dan zona gelap, Adapun kedalaman air berkisar 0,5-7 meter Debit air stabil baik musim hujan maupun kemarau sehingga wisata Gua Pindul ini aman untuk semua kalangan. Kita dapat menemukan stalagtit terbesar ke 4 didunia, keunikan batu “Gong” yang menghasilkan bunyi seperti alat Gong gamelan ketika dipukul, batu tirai yang konon tetes airnya yang membuat awet muda, Batu Perkasa yang membuat kaum lekaki tambah hebat. Gua ini juga merupakan area sarang burung allet, kelelawar, berbagai spesies ikan air tawar. Gua Pindul memiliki panjang sekitar 350 m, lebar hingga 5 m, jarak permukaan air dengan atap gua 4 m, dan kedalaman air sekitar 5-12 m. Goa ini memiliki 3 zona. Zona terang, zona remang, dan zona gelap. Waktu tempuh sekitar 45 menit.
2.2.6.  Flora dan Fauna yang Terdapat di Gua Pindul                                  Gua sebagai lingkungan yang gelap dapat berperan sebagai perangkap flora dan fauna dari luar gua. Sehingga gua dapat memicu terjadinya proses evolusi fauna dari luar gua untuk dapat beradaptasi bertahan hidup di dalam gua. Adaptasi di dalam gua bermacam-macam baik secara morfologi maupun fisiologi, sehingga fauna gua mempunyai bentuk bahkan perilaku yang berbeda dengan kerabatnya yang ada di luar gua.                                                           Adaptasi yang paling utama adalah mereduksinya organ penglihatan karena kondisi lingkungan gua yang gelap total. Karena tidak berfungsinya organ penglihatan menyebabkan perkembangan organ lain untuk menggantikan organ penglihatan. Di dalam kelompok Arthropoda, khususnya serangga organ penglihatan digantikan oleh organ peraba yaitu antena. Antena serangga gua dapat mencapai 10 kali panjang tubuhnya seperti pada jangkrik gua. Sedangkan kelompok Arthropoda yang tidak mempunyai antena seperti kelompok Arachnida (Laba-laba) mengalami adaptasi dengan berubah fungsinya kaki yang paling depan menjadi organ peraba yang berfungsi seperti antena contohnya pada kala cemeti (Amblypygi). Kondisi lingkungan gua yang terkadang minim bahan organik menyebabkan fauna gua mempunyai laju metabolisme yang lebih lambat.                                                      Lingkungan gua mempunyai kondisi mikroklimat yang relatif stabil baik temperatur, kelembaban, kandungan karbondioksida dan oksigen. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang relatif stagnant karena minimnya aliran udara dalam gua. Kondisi ini mempengaruhi adaptasi flora dan fauna gua pada lingkungan yang relatif stabil sehingga mempunyai kisaran tolerasni yang sempit. Sedikit perubahan dalam lingkungan gua akan berpengaruh sekali pada kehidupan flora dan fauna gua. Sehingga fauna yang telah teradaptasi pada lingkungan gua sangat rentan sekali terhadap gangguan. Perubahan lingkungan yang drastis seperti tercemarnya perairan gua akan berpengaruh pada kehidupan flora dan fauna aquatik maupun terrestrial.                   Kelompok trogloxenes merupakan kelompok dari flora dan fauna gua yang menggunakan gua sebagai tempat tinggal namun hidupnya secara periodik masih tergantung pada lingkungan luar gua terutama untuk mencari pakan. Contoh fauna dalam kelompok ini adalah kelelawar, laba-laba, sriti dan mamalia lain yang tinggal di sekitar mulut gua sedangkan contoh flora yaitu akar pepohonan merupakan sumber bahan organik yang penting di gua. Kelompok troglophiles merupakan kelompok fauna yang seluruh daur hidupnya terdapat di dalam gua namun kelompok ini juga dapat hidup di dalam maupun di luar gua selain itu di dalam gua terdapat flora yaitu akar – akar pohon dari atas yang menembus kedalam gua yang mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan. Kelompok troglobionts tingkat adaptasi biota gua yaitu:
1.     Kelelawar                                                                                           Kelelawar merupakan mamalia (hewan menyusui) yang dapat terbang. Pada siang hari, kelelawar tidur. Kelelawar termasuk binatang nokturnal. Binatang nokturnal adalah binatang yang mencari makan pada malam hari. Kelelawar terbang dan mencari makan pada malam hari. Pada saat terbang, kelelawar tidak sepenuhnya menggunakan indra penglihatannya. Pada saat terbang kelelawar mengeluarkan gelombang ultrasonik melalui mulut dan hidungnya. Ultrasonik adalah suara atau getaran dengan frekuensi yang terlalu tinggi untuk bisa didengar oleh telinga manusia, yaitu kira-kira di atas 20 kiloHertz. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang ultra (di atas) frekuensi gelombang suara (sonik).
2.     Laba-laba                                                                                                  Laba-laba adalah hewan yang dikenal akan kemampuan uniknya dalam membuat sarang dan juga menangkap mangsanya. Laba-laba adalah sejenis hewan arthropoda yaitu hewan yang memiliki dua segmen tubuh, empat pasang kaki , tidak mempunyai sayap dan juga tidak mempunyai mulut yang digunakan untuk mengunyah. Selain itu, laba-laba juga termasuk dalam ordo araneae dan termasuk dalam kelas arachnida yaitu hewan yang memiliki ju mlah kaki delapan seperti kalajen gking, tungau, dan hewan-hewan lainnya yang memiliki kaki berjumlah delapan. Laba-laba termasuk dalam kategori hewan karnivora yaitu pemekan daging, dalam hal ini laba-laba sering memangsa serangga-serangga yang terperangkap dalam sarangnya. Selain itu laba-laba juga bisa disebut hewan kanibal karena sering ditemukan laba-laba memangsa jenis laba-laba lain. Sebagian besar laba-laba mempunyai kemampuan untuk menyemburkan bisa dari kedua taringnya untuk memangsa musuhnya, namun hanya sebagian kecil jenis laba-laba yang bisanya dapat membahayakan manusia.
3.     Burung Sriti                                                                                        Burung sriti merupakan burung pemakan serangga yang suka meluncur. . burung ini mempunyai warna gelap dan terbangnya sangat cepat, ukuran tubuh sedang atau bias dibilang kecil serta memiliki sayap berbentuk bulan sabit yang sempit dan meruncing . kakinya sangat kecil begitu juga juga paruhnya dan jenis burung ini tidak hinggap di pohon. Burung ini mempunyai kebiasaan berdianm di gua atau rumah yang lembab, remang, bahkan gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berkembang biak.











BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan                                                                                            
 Ekosistem Gua Pindul memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam,tempreratur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi. Ekosistem Gua Pindul merupakan salah satu tingkat keanekaragaman hayati. Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik yang berbeda berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona remang, dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri. Keanekaragaman hayati flora dan fauna ekosistem yang ada di gua pindul. Dimana pada gua pindul di dominasi dengan ekosistem air di dalamnya, sehingga disana pun banyak hewan- hewan air yang tinggal. Selain itu di gua pindul komponen biotik yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan komponen gua yang masih belum terjamah oleh manusia, hewan yang penulis temukan hanya kelelawar gua yang hidup dibagian atas gua dan ikan yang hidup di dalam air. Selain itu di dalam gua terdapat akar- akar pohon dari atas yang menembus ke dalam gua yang mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan.                                                                 Dari hasil penelitian penulis, terbentuknya bentukan-bentukan berupa relief pada Goa Pindul itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur. Jika dikaji, prosesnya pelapukan yang terjadi di Gua Pindul sebagai akibat adanya pelapukan secara kimiawi.Pelapukan kimiawi yaitu proses pelapukan masa batuan yang disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut.



3.2.    Saran                                                                                            
 Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka kami memgajukan saran kepada:
1.      Dinas Pariwisata Propinsi D.I Yogyakarta agar lebih memperhatikan, melengkapi dan memperbaiki sarana prasaran Obyek Wisata Goa Pindul
2.      Para pengunjung wisatawan agar lebih menjaga dan melestarikan Goa Pindul berikut relief-relief yang terdapat didalamnya
3.      Warga masyarakat sekitar lebih menjaga kebersihan dan keamanan agar wisatawan yang mengunjungi Goa Pindul dapat lebih nyaman menikmati.
4.    Pengelola perpustakan sekolah agar menyediakan banyak buku dan artikel yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai bahan referensi
5.      Panitia Studi Lapangan berikutnya untuk memberikan waktu sebanyak mungkin dalam meneliti objek kajian penelitian sehingga penelitian dilakukan bisa maksimal









DAFTAR PUSTAKA


  1. https://wikimedia.org/wikipedia/commons/3/33/Pindul_Cave%2C_Indonesia.JPG. Dikunjungi 26 Oktober 2016
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Pindul#cite_note-gudeg-4. Dikunjungi 26 Oktober 2016
  3. https://id.wikipedia.org/wiki/Stalaktit. Dikunjungi 20 Oktober 2016
  4. https://id.wikipedia.org/wiki/Mineral. Dikujungi 20 Oktober 2016
  5. https://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Pindul#cite_note-uny-6. Dikunjungi 20 Oktober 2016
  6.  "Cave Tubing Gua Pindul: Petualangan Mengarungi Sungai Bawah Tanah yang Sarat Kisah". Dikunjungi 20 Oktober 2016
  7.  "Gua Pindul". Obyek Wisata Indonesia. "Bertualang di Sungai Bawah Tanah Gua Pindul". Dikunjungi 0 Oktober 06
  8. Hadiwerdoyo, C.H. "Desa Wisata Gua Pindul". Dikunjungi 20 Oktober 2016
  9. "Berpetualang ke Goa Pindul Wonosari DIY". HMPG Universitas Negeri Yogyakarta. Dikunjungi 20 Oktober 2016
  10. "Eksotisme Gua Pindul Bejiharjo". Tribun Jogja.  Dikunjungi 20 Oktober 2016
  11.  "Wisata Jogjakarta ke Cave Tubing Gua Pindul". Obyek Wisata Indonesia. Dikunjungi 20 Oktober 2016

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

karya ilmiah dampak lingkungan pabrik bakpia pathok

sejarah kerajaan islam pontianak