karya ilmiah goa pindul
KEANEKARAGAMAN
HAYATI FLORA DAN FAUNA
EKOSISTEM
GUA PINDUL
BERDASARKAN INTENSITAS CAHAYA
MATAHARI
Karya tulis ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN)
Tahun Pelajaran 2016 - 2017
DiSusun Oleh :
Nama : Shahnaz
Fachriyanthy
No. Induk : 6181
Kelas : XII MIA
SMA MUHAMMADIYAH 5
Jalan Tebet Timur Raya No.565 Jakarta Selatan
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Karya
tulis ini telah diperiksa dan disetujui oleh guru pembimbing untuk memenuhi
persyaratan dalam rangka mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional Tahun Pelajaran
2016/2017
Pembimbing
Materi Pembimbing
Teknis
Desita
Ayu Kusuma, S.Pd. Asmah,
S.Pd.
Mengetahui
Kepala
SMA Muhammadiyah 5 Wali
Kelas
Moh
Ridwan, S.Pd.I Nur
Emira, S.Pd.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ini dengan baik. Karya tulis ini disusun dari hasil pengamatan langsung yaitu
kunjungan ke Gua Pindul, Yogyakarta. Adapun tujuan menyusun karya tulis ini
dimaksudkan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional
Tahun Ajaran 2016/2017
Dalam penyusunan karya tulis ini penyusun
mendapatkan banyak kendala, sehingga pada akhirnya penyusun dapat menyelesaikan
karya tulis ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dari awal sampai akhir
penyusun mendapat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari para pembimbing.
Selanjutnya penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Moh Ridwan, S.Pd.I Selaku Kepala SMA Muhammadiyah 5 Jakarta
2.
Desita Ayu Kusuma, S.Pd. Selaku pembimbing materi
3.
Asmah, S.Pd. Selaku pembimbing teknis
4.
Nur Emira, S.Pd Selaku wali kelas 12 MIA
5.
Bapak dan Ibu guru serta Pemandu Objek Wisata Gua Pindul yang telah
memberikan informasi dalam menyusun laporan
ini
6.
Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan karya tulis ini
dengan baik
7.
Semua teman, terutama kelas XII MIA yang selama ini turut membantu
menyusun dalam mengerjakan karya tulis ini
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan
karya tulis ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu penyusun
sangat mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi
kesempurnaan karya tulis ini. Penyusun berharap agar karya tulis ini selain
untuk memenuhi syarat juga dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Akhir kata penyusun berharap semoga
kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penyusun mendapat balasan dari Allah
SWT.
Jakarta,
Penyusun
DAFTAR ISI
Lembar
Pengesahan…….…………………………………...………......... i
Kata
Pengantar……………………………………...…………………..… ii
Daftar
isi.………………………………………….…..................................iv
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………….............. 1
1.2 Rumusan
Masalah………………………………...…...... 2
1.3 Kajian
Pustaka………….…………………………..…... 2
1.4 Waktu
Penelitian............................................................... 3
1.5 Tempat
Penelitian.............................................................. 3
1.6 Manfaat
Penelitian............................................................. 3
BAB
II. KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 Kajian
Teori...........................................................................
4 2.1.1 Pengertian
Gua...................................................................... 4 2.1.2 Proses Terbentuknya Gua.....................................................
4
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Komponen Penyusun
Gua..........................................................................................
5
2.1.4 Jenis- Jenis Gua......................................................................
5 2.1.5 Zona Dalam Ekosistem Gua……………………..……... 6
2.1.6 Flora
dan Fauna Pada Ekosistem Gua............................... 7
2.2 Pembahasan............................................................................
9 2.2.1 Sejarah Terbentuknya Gua Pindul......................................
9
2.2.2 Kondisi
Geografis Gua Pindul............................................. 12 2.2.3 Ekosistem Gua Pindul..........................................................
13
2.2.4 Komponen Ekosistem Gua Pindul..................................
14 2.2.5 Zona Dalam Ekosistem Gua Pindul................................
15 2.2.6 Flora dan Fauna Yang Terdapat di Gua
Pindul.......... 16
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan….……………………………..………...
20
3.2 Saran……..………………………………….…….…
21
Daftar
Pustaka…………….………………………………………....
Lampiran…........………….…………………………………....…….....
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
goa Pindul adalah gua yang terletak di dusun Gelaran 1, desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Kawasan ini merupakan salah satu obyek wisata baru di daerah Gunungkidul. Sejak tahun 2010 silam Obyek Wisata ini mulai dikembangkan oleh masyarakat sekitar dan hingga sekarang masih menjadi target destinasi untuk para wisatawan lokal, nasional maupun internasional.
goa Pindul adalah gua yang terletak di dusun Gelaran 1, desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Kawasan ini merupakan salah satu obyek wisata baru di daerah Gunungkidul. Sejak tahun 2010 silam Obyek Wisata ini mulai dikembangkan oleh masyarakat sekitar dan hingga sekarang masih menjadi target destinasi untuk para wisatawan lokal, nasional maupun internasional.
Gua Pindul adalah salah satu dari gua didaerah
Gunungkidul yang dialiri aliran sungai dibawah tanah. Panjang Totalnya 300 m
dan lebar rata-ratanya 5-6 m, kedalam air antara 4-7 m, tinggi permukaan air
kelangit-langit gua sekitar 4,5 m, waktu tempuh sekitar 20-40 menit. Namun ada salah satu zona sempit yang hanya dapat di lewati dengan 1 ban/tubing
saja, ini adalah alasan kenapa penyusuran goa pindul hanya menggunakan ban,
bukan sampan atau perahu karet. Oleh sebab itu wisata ini kami beri nama Cave
Tubing Pindul. Aliran air didalam gua cukup tenang, sehingga
tidak diperlukan ketrampilan yang tinggi untuk menyusurinya dan cocok untuk
segala usia. Menurut perkembangan sistem gua, Gua Pindul ini termasuk dalam Gua
Stadia Wisata.
Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik
yang berbeda, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona
remang dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri.
Dibagian dalam gua terdapat sebuah stalagtit
yang sudah menyatu dengan stalagmit sehingga tampak seperti sebuah pilar dengan
ukuran lebar lima rentangan tangan orang dewasa. Ditengah gua terdapat ruang
yang cukup besar dengan lubang diatasnya sehingga sinar matahari dapat masuk
melalui lubang tersebut. Bagian tersebut adalah yang disebut dengan zona
terang.
Maka dari
penulis memilih judul ”ekosistem gua pindul berdasarkan cahaya matahari” Karena
keindahan dan keunikan ekosistem yang ada di gua pindul
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud ekosistem gua pindul?
1.2.2. Bagaimana
sejarah terbentuknya gua pindul?
1.2.3. Bagaimana kondisi geografis gua pindul?
1.2.4. Zona apa saja yang terdapat di ekosistem perairan
gua pindul?
1.2.5.
Apa sajakah flora dan fauna yang ada di gua pindul?
1.3. Kajian Pustaka
1.3.1. Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keragaman
hayati adalah keanekaragaman diantara mahkluk hidup dari semua sumber termasuk
diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta komplex-komplex
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamnnya, mencakup keanekaragaman
dalam spesis antara spesis dan ekosistem (Mc Noughton,dkk.1978).
1.3.2. Pengertian Ekosistem
Berdasarkan UU Lingkungan Hidup tahun 1997,
ekosistem merupakan tatatan kesatuan cara yang utuh menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Unsur unsur
lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun
benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing
masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling
berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat
dipisah-pisahkan.
1.3.3. Pengertian Flora dan Fauna
Flora menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia
(KUBI) adalah “Keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-tumbuhan suatu habitat
atau daerah, atau disebut juga alam tumbuh-tumbuhan” (KUBI, 2003 : 318).
Fauna merupakan semua jenis hewan yang hidup di muka bumi sesuai
dengan pengertian dari Kamus Umum Bahasa
Indonesia (KUBI) adalah “Keseluruhan kehidupan hewan suatu habitat atau daerah
atau strata geologi tertentu
atau disebut juga dunia hewan” (KUBI, 2003 : 308).
1.4 Waktu
Penelitian
Waktu yang
ditempuh untuk menyusuri aliran sungai pada gua pindul sekitar 20-40 menit.
1.5 Tempat Penelitian
Penelitian
dilakukan di Gua Pindul, gua yang
terletak di dusun Gelaran 1, desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten
Gunungkidul. Yogyakarta.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah menambah pengetahuan
tentang ekosistem gua pindul, terutama tentang tipe-tipe ekosistem gua pindul
berdasarkan intensitas cahaya matahari. Mengenal letak geografis gua pindul
serta sejarah terbentuknya gua pindul. Serta diharapkan warga Indonesia menjaga
dan melestarikan ekosistem yang ada di gua pindul, sehingga gua pindul dapat
dijadikan sebagai tempat wisata alam terindah yang ada di Pulau Jawa.
BAB II
KAJIAN
TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Gua
Gua
merupakan bentukan alami yang tidak biasa terlepas atau berdiri sendiri dari
linkungannya. Menurut IUS (International Union of Speleology), cave atau gua
yaitu setiap ruang bawah tanah yang berbentuk lorong-lorong yang dapat ditelusuri/
dimasuki manusia. Oleh karena itu caving adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh manusia terhadap gua dan lingkungannya. Ada tiga istilah yang sering
digunakan oleh para penelusur gua yatu speleology (sering digunakan
oleh orang Eropa), spelunking (oleh orang Amerika) dan caving
(oleh orang Inggris). Namun di Indonesia istilah yang popular untuk sebutan
penelusuran gua yatu caving sedangkan orang yang berkecimpung dalamnya
disebut caver.
Gua
adalah ruang bawah tanah alami yang cukup besar bagi manusia. Gua merupakan
rongga alami yang memiliki keadaanyang gelap serta lembab. Kata gua juga
mencakup ruang yang lebih kecil seperti tempat penampungan batu, gua laut, dan
gua-gua. Ilmu pengetahuan gua adalah ilmu eksplorasi dan studi dari semua aspek
gua dan lingkungan yang mengelilingi gua-gua.
2.1.2. Proses Terbentuknya Goa
Terbentuknya
Goa itu sendiri tidak
terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur.Pelapukan adalah
peristiwa penghancuran massa bantuan,baik secara fisik, kimiawi, maupun secara
biologis.
Proses pelapukan batuan membutuhkan waktu yang sangat
begitu lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang
telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah.Apabila tanah
tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan
tanah mineral.
2.1.3.
Faktor
Yang Mempengaruhi Komponen Penyusun Gua:
1.
Suhu, pada setiap zona goa suhunya berbeda-beda yaitu zona terang, zona remang
dan zona gelap. Suhu di zona gelap lebih rendah dari pada di zona remang dan
zona terang. Hal ini dikarenakan pada zona gelap tidak terdapat cahaya matahari
yang memasuki zona tersebut, maka suhu pada zona gelap rendah.
2.
Kelembapan, disetiap zona goa memiliki perbedaan kelembapan. Pada zona gelap
memiliki kelembapan yang tinggi dari pada zona terang dan zona remang. Karena
tidak adanya intensitas cahaya yang masuk, selain itu memiliki kedalaman yang
jauh dari permukaan yang menyebabkan kelembapan yang tinggi. Oleh karena itu,
terjadi perbedaan keanekaragaman makhluk hiduup yang ada didalamnya.
3.
Intensitas cahaya
4.
Ketersediaan makanan
5.
Air
6.
Udara
2.1.4. Jenis –Jenis
Gua
Berdasarkan kemelimpahan dan jenis sumber pakan dibedakan 5 tipe gua, yaitu :
Berdasarkan kemelimpahan dan jenis sumber pakan dibedakan 5 tipe gua, yaitu :
1.
Oligotrophic
yaitu gua yang mempunyai jumlah ketersediaan bahan organik yang rendah yang
berasal dari hewan atau tumbuhan.
2. Eutrophic
adalah gua yang mempunyai ketersediaan bahan organik yang sangat tinggi,
umumnya berasal dari hewan, khususnya guano kelelawar.
3. Distrophic
adalah gua yang ketersediaan bahan organik berasal dari tumbuhan yang terbawa
banjir.
4. Mesotrophic
adalah gua yang berada pada tingkat menengah antara tiga tipe tersebut dan
dicirikan dengan ketersediaan bahan organic dari hewan dan tumbuhan dalam
jumlah yang sedang.
5. Poecilotrophic
adalah gua yang merupakan pemanjangan bagian gua dengan suplai allet yang
berbeda dengan rentang bagian oligotrophic sampai eutrophic (Trajano, 2000)
2.1.5. Zona Dalam Ekosistem Gua
Ekosistem gua memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam, temperatur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi dan konstan. Gua berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, gua memiliki tiga zona :
Ekosistem gua memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam, temperatur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi dan konstan. Gua berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, gua memiliki tiga zona :
1. Zona mulut atau zona terang (entrance zone).
Pada zona ini menerima cahaya matahari langsung dan iklim gua sangat
terpengaruh oleh faktor luar gua. Temperatur dan kelembaban berfluktuasi
tergantung kondisi luar gua. Kondisi iklim mikro di mulut gua masih sangat
dipengaruhi oleh perubahan kondisi di luar gua Mulut gua mempunyai komposisi
fauna yang mirip dengan komposisi fauna di luar gua seperti rakun, beruang,
salamander, burung hantu, serta siput. Selain itu, ada zona ini juga ditemukan
tanaman, seperti lumut, pakis dan tanaman paku.
2. Zona
senja atau zona remang (twilight zone) adalah zona dengan cahaya matahari tidak
langsung, berupa pantulan cahaya dari zona mulut. Di zona peralihan ini kondisi
lingkungan masih dipengaruhi oleh luar gua, yaitu masih ditemukannya aliran
udara. Temperatur dan kelembaban juga masih dipengaruhi oleh lingkungan luar
gua. Komposisi fauna pada zona ini mulai berbeda baik dari segi jumlah jenis
maupun individu. Kemelimpahan jenis dan individu lebih sedikit dibandingkan di
daerah mulut gua. Pada zona ini akan ditemukan organisme dari jenis trogloxene,
seperti kelelawar, laba-laba, ngengat, kaki seribu, dan jamur. Hewan pada zona
ini bersifat dapat masuk dan keluar dari gua selama siklus hidupnya.
3. Zona
gelap (dark zone) adalah zona dimana tidak ada cahaya sama sekali. Daerah ini
merupakan daerah yang gelap total sepanjang masa, kondisi temperatur dan
kelembaban mempunyai fluktuasi yang sangat kecil sekali. Jenis fauna yang
ditemukan sudah sangat khas dan telah teradaptasi pada kondisi gelap total.
Organisme gua sejati hidup di zona ini, seperti fauna yang berasal dari
golongan Troglobite. Fauna yang ditemukan biasanya mempunyai jumlah individu
yang kecil namun mempunyai jumlah jenis yang besar.
2.1.6. Flora Fauna Pada Ekosistem Gua
1.
Mikroorganisme
dan decomposer pada ekosistem gua, seperti jamur dan bakteri.
2.
Kelelawar
Pemakan Serang, Pemakan Buah, dan Burung Walet
Lebih dari separuh spesies kelelawar pemakan serangga dan 3-4 spesies kelelawar buah, menggunakan gua sebagai tempat tinggal, baik secara permanen atau hanya pada masa tertentu saja. Spesies kelelawar yang bersarang di gua memiliki preferensi berbeda-beda terhadap kondisi gua. Kelelawar buah Eonycteris spelaea ditemukan pada ruangan di dekat mulut gua (Goodwin, 1979). Kelelawar lain, Miniopterus cenderung ditemukan di zona gelap (Marshall, 1971). Beberapa spesies kelelawar, termasuk kelelawar buah dan kelelawar pemakan serangga bersarang di zona antara atau zona transisi. Beberapa jenis kelelawar dan walet memiliki kemampuan echolocate; yakni menghasilkan suara dan memperkirakan echoes yang direfleksikan kembali oleh benda keras, sehingga mereka memiliki gambaran lingkungan sekitarnya. Di dalam gua kemampuan ini digunakan untuk menghindari batu-batuan, sedangkan di luar gua digunakan untuk mendeteksi mangsa. Familia hewan yang berbeda menggunakan sistem echolocate yang berbeda pula, dan beberapa di antaranya dapat mendeteksi hewan berukuran 1 mm. Oleh karena itu kelelawar dapat dengan mudah menangkap mangsanya, namun beberapa jenis serangga dapat pula mendeteksi echolocate, sehingga dapat menghindar atau mengeluarkan bunyi-bunyian yang membingungkan (Fenton dan Fullard 1981; Fenton 1983).
Lebih dari separuh spesies kelelawar pemakan serangga dan 3-4 spesies kelelawar buah, menggunakan gua sebagai tempat tinggal, baik secara permanen atau hanya pada masa tertentu saja. Spesies kelelawar yang bersarang di gua memiliki preferensi berbeda-beda terhadap kondisi gua. Kelelawar buah Eonycteris spelaea ditemukan pada ruangan di dekat mulut gua (Goodwin, 1979). Kelelawar lain, Miniopterus cenderung ditemukan di zona gelap (Marshall, 1971). Beberapa spesies kelelawar, termasuk kelelawar buah dan kelelawar pemakan serangga bersarang di zona antara atau zona transisi. Beberapa jenis kelelawar dan walet memiliki kemampuan echolocate; yakni menghasilkan suara dan memperkirakan echoes yang direfleksikan kembali oleh benda keras, sehingga mereka memiliki gambaran lingkungan sekitarnya. Di dalam gua kemampuan ini digunakan untuk menghindari batu-batuan, sedangkan di luar gua digunakan untuk mendeteksi mangsa. Familia hewan yang berbeda menggunakan sistem echolocate yang berbeda pula, dan beberapa di antaranya dapat mendeteksi hewan berukuran 1 mm. Oleh karena itu kelelawar dapat dengan mudah menangkap mangsanya, namun beberapa jenis serangga dapat pula mendeteksi echolocate, sehingga dapat menghindar atau mengeluarkan bunyi-bunyian yang membingungkan (Fenton dan Fullard 1981; Fenton 1983).
3.
Arthropoda.
Arthropoda merupakan instrumen ekonomi penting karena dapat mengontrol hama dan
penyakit tanaman. Taksa ini juga penting sebagai agen penyerbuk bunga dan
dekomposisi seresah untuk menyuplai hara. Arthropoda (serangga, laba-laba,
udang, centipede, millipede, dan lainnya) juga menjadi dasar rantai makanan,
sehingga menjadi sangat penting karena menyusun bagian dasar rantai makanan dan
menjaga keseimbangan lingkungan serta memberi makan hewan lain seperti ikan,
reptil, burung, dan mamalia. Kebanyakan arthropoda tidak sepenuhnya tinggal di
kawasan karst, namun kerusakan lingkungan di sekitarnya seringkali menjadikan
kawasan karst sebagai tempat pengungsiannya yang terakhir (Vermeulen dan
Whitten, 1999). Beberapa di antaranya memiliki alat-alat tambahan yang sangat
panjang sebagai bentuk adaptasi fisiologisnya terhadap lingkungan, misalnya
kaki centipede dan antena jengkerik.
4.
Molusca dan
Cacing, organism ini berperan sebagai konsumen tingkat satu yang akan membawa
makanan jauh ke dalam gua.
5.
Ikan, berperan
sebagai predator pada ekosistem gua. Hidup jauh di dalam gua yang gelap.
Terdapat adaptasi fisiologis, yaitu tereduksinya organ penglihatan. Ikan pada ekosistem
gua menempati posisi predator pada rantai makanan.
6.
Salamander,
berperan sebagai predator pada ekosistem gua. Salamander pada sisi kiri
merupakan salamander yang berhabitat pada daerah senja atau remang-remang pada
gua, sedangkan salamander pada sisi kanan merupakan salamander yang bermukim di
zona gelap.
7.
Ular
8.
Akar akar
tumbuhan yang biasa menembus celah celah di dalam Gua
2.2. Pembahasan
2.2.1 Sejarah Terbentuknya Gua Pindul
Terbentuknya Gua
Pindul itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah
kapur.Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa bantuan,baik secara fisik,
kimiawi, maupun secara biologis.
Proses pelapukan batuan membutuhkan waktu yang sangat
begitu lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang
telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah.Apabila tanah
tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan
tanah mineral.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan
antara lain yaitu:
1.
Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah
sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh batuan.Sifat fisik batuan,
misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia batuan adalah unsur-unsur kimia
yang terkandung dalam batuantersebut. Kedua sifat inilah yang menyebabkan
perbedaan daya tahan batuan terhadap pelapukan.
2.
Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga
ikut mempengaruhi proses terjadinya pelapukan batuan. Batuan yang berada
dilereng curam cenderung akan mudah lapuk dibandingkan dengan batuan yang
berada di tempat landai. Pada lereng yang curam batuan akan mudah terkikis
karena langsung bersentuhan dengan cuaca sekitar
3.
Cuaca dan iklim
Unsur cuaca dan iklim
yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu udara, curah hujan, sinar
matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang memiliki iklim lembab dan
panas, batuan akan cepat mudah mengalami pelapukan. Pergantian temperatur
antara siang yang panas dan malam yang dingin akan semakin cepat proses
pelapukan.
4.
Keadaan Vegetasi
Vegetasi atau
tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses pelapukan, sebab akar-akar
tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah batuan. Apabila akar batuan
tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan semakin besar pula dalam
menerobos batuan.
Jika dikaji prosesnya, pelapukan yang terjadi di Goa
Pindul adalah sebagai akibat
adanya pelapukan secara kimiawi. Pelapukan kimiawi yaitu proses pelapukan masa
batuan yang disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk
tersebut. Proses yang terjadi dalam pelapukan kimiawi ini disebut juga dengan
nama Dekomposisi. Pelapukan kimiawi banyak terjadi di daerah panas dan lembab
sebab tersedianya air yang membasahi dan melarutkan batuan kapur Terdapat 4
macam proses yang termasuk pada pelapukan kimia, yaitu sebagai berikut:
1.
Proses Hidrasi, yaitu proses batuan yang
mengikat batuan diatas permukaan saja. Proses pelapukan ini adalah air sebagai
zat pelarutnya. Molekul-molekul air sebagai zat pelapuknya teradsorpsi
(tertarik atau tertangkap)oleh satu zat.
2.
Hidrolisa, yaitu proses penguraian air(H2O)
atas unsur-unsurnya menjadi ion positif dan negatif. Jenis pelapukan ini
terkait dengan pembentukan tanah liat.
3.
Oksidasi, yaitu proses pengkaratan besi.
Oksigen sebagai zat pelapuknya yang terlarut dalam air atau terdapat dalam
udara yang lembab. Proses oksidasi terlihat pada pelapukan batuan yang banyak
mengandung unsur besi dengan oksigen. Proses pelapukan ini berlangsung sangat
lama, tetapi batuan akan pasti akan mengalami proses pelapukan.
4.
Karbonasi, yaitu pelapukan batuan oleh
karbondioksida (CO2). Gas ini terkandung pada uap air menjadi air hujan. jenis
batuan yang mudah mengalami karbonasi adalah batuan kapur. Reaksi antara
karbondioksida dengan batuan kapur akan menyebabkan batuan menjadi rusak.
Pelapukan ini berlangsung dengan bantuan air dan suhu yang tinggi. Air yang
banyak mengandung CO2 (karbondioksida) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur
(CacO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan yang dapat menimbulkan gejala karst.
Proses pelapukan batuan secara kimiawi di daerah karst disebut dengan
kartifikasi.
Bentukan-bentukan relief yang terdapat didalam goa
kapur tidak terlepas akibat adanya proses pelapukan kimia, berupa karbonasi.
Zat pelapuk dalam proses ini adalah karbondioksida (CO2) yang bereaksi dengan
air (H2O) menjadi kalsium bikarbonat.
Karst merupakan salah satu bentuk pelapukan kimiawi.
Karst adalah daerah yang terdiri atas batuan kapur yang berpori sehingga
apabila ada air di permukaan maka akan selalu merembes ke dalam tanah. Gejala
atau bentuk-bentuk alam yang terjadi di daerah karst diantaranya yaitu: dolina
(lubang-lubang yang berbentuk corong), ponor (lubang yang air tanahnya dalam),
gua dan sungai bawah
tanah, Stalaktit (batuan yang bergantungan pada atap gua), stalakmit (batuan yang berada didasar
goa).
Stalaktit dan stalakmit adalah bentuk alam khas di
daerah karst. Stalaktit dan stalakmit terbentuk akibat dari proses pelarutan
air di daerah kapur yang berlangsung secara terus menerus. Air yang larut di
daerah karst akan masuk kelubang-lubang kemudian turun ke gua dan menetes-netes dari atap gua ke dasar gua. Tetesan air ini lama-lama
berubah jadi batuan yang bentuknya runcing-runcing seperti tetesan air.
Stalaktit adalah batu yang terbentuk di
atap gua, bentuknya
meruncing kebawah, sedangkan stalakmit merupakan batu yang terbentuk di dasar gua bentuknya meruncing ke atas.
Gua
Pindul merupakan Gua
basah, karena terdapatnya sungai yang masih mengalir dari bagian depan hingga
mulut gua
di bagian belakang. Pada awal terbentuknya Gua Pindul dengan sungai yang mengalir
berada didalamnya terjadi sebagai akibat karena adanya proses pelarutan oleh
air hujan yang jatuh di daerah kapur meresap melalui celah atau retakan yang
disebut diaklas, mengikis daerah yang dilaluinya maka retakan atau celah itu
akan semakin lebar dan membesar Jika retakan atau celah membentuk lubang-lubang
yang saling berhubungan dan terdapat aliran air maka terbentuklah sungai di
bawah tanah
Terbentuknya sungai di bawah tanah yang berada di Gua Pindul yaitu permulaan terbentuknya gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi dikedalaman yang acak berada
di bawah water table, sering kali juga terdapat pada zona phreatic yang dalam.Gua-gua
diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan.
2.2.2. Kondisi Geografis Gua Pindul
Kondisi
geografis gua pindul (Pindul Cave) terletak di Padukuhan (Dusun) Gelaran, Desa
Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Koordinat GPS: S7°55'42" E110°38'53". Desa Bejiharjo
merupakan salah satu Desa Wisata di Kabupaten Gunungkidul, Letak gua ini tidak terlalu jauh dari kota
Jogjakarta, kurang lebih 60 km atau dengan perjalanan selama 1 jam, setelah memasuki Desa Bejiharjo, perjalanan dilanjutkan mengikuti jalan
aspal.
Gua Pidul adalah salah satu dari gua didaerah Gunungkidul yang dialiri
aliran sungai dibawah tanah. Panjang Totalnya 300 m dan lebar rata-ratanya 5-6
m, kedalam air antara 4-7 m, tinggi permukaan air kelangit-langit gua sekitar
4,5 m, waktu tempuh sekitar 20-40 menit. Aliran air didalam gua cukup
tenang, sehingga tidak diperlukan ketrampilan yang tinggi untuk menyusurinya
dan cocok untuk segala usia. Menurut perkembangan sistem gua, Gua Pindul
ini termasuk dalam Gua Stadia Wisata.
2.2.3. Ekosistem Gua Pindul
Gua merupakan sebuah ekosistem yang khas. Ada yang
menganggap bahwa gua merupakan sebuah ekosistem yang tertutup namun hal ini
tidak sebenarnya terjada dalam ekosistem gua. Ekosistem gua merupakan sebuah
ekosistem yang terbuka dimana semua komponen saling berkaitan baik dalam
lingkungan gua maupun lingkungan luar gua. Kondisi gelap total tidak
memungkinkan produsen utama seperti pada lingkungan luar gua dapat hidup
seperti di luar gua. Hal ini menyebabkan tumbuhan hijau sebagai sumber utama
energi di ekosistem lain di luar gua tidak ada di dalam gua. Sehingga energi
dalam gua merupakan sumber energi yang allochtonous dan sangat bergantung pada
produktivitas mikroorganisme yang ada dalam gua maupun sumber-sumber lain yang
berasal dari luar gua.
Energi di dalam gua berasal dari deposit bahan organik,
seperti guano di bawah tempat bertengger kelelawar dan burung walet; sisa-sisa
akar tumbuhan yang masuk melalui celah di langit-langit gua, serta seresah
tumbuhan dan hewan-hewan kecil yang terbawa masuk oleh air hujan. Di kawasan
tropis, akar pepohonan merupakan sumber bahan organik yang penting di gua;
banyak pohon, seperti Ficus, dapat bertahan lingkungan karst yang tandus,
dengan menjalarkan akarnya jauh ke dalam batu gamping, sering hingga di bawah
permukaan air tanah. Organisme tertentu, seperti fungi, protozoa, dan bakteri
menguraikan deposit ini sebagai nutrien-nutrien yang akan digunakan sebagai
sumber energi bagi organisme yang berada di dalam gua. Selanjutnya, perpindahan
energi ini dilakukan oleh konsumen primer gua, yaitu berupa golongan nematode,
kecoa, dan kumbang atau insekta lainnya. Konsumen primer ini kemudian akan
dimakan oleh bangsa arthropoda yang lebih besar, seperti jangkerik, centipede,
laba-laba, dan juga ikan atau kepiting gua. Pada konsumen teratas sering pula
ditemui reptile, seperti ular. Rantai makanan ini terus bergulir, dimana
konsumen teratas akan mati dan diuraikan kembali oleh mikroorganisme yang
berada di dalam gua mejadi nutrient-nutrien sederhana sebagai sumber energi
kehidupan ekosistem gua. Ekosistem gua pindul merupakan salah satu
tingkat keanekaragaman hayati. Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan
abiotik yang berbeda, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang,
zona remang dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri.
2.2.4. Komponen
Ekosistem Gua Pindul Komponen ekosistem ada 2,
yaitu komponen biotik yaitu suatu benda yang hidup dan komponen abiotik yaitu
suatu benda yang tak hidup. Pada gua juga terdapat komponen biotik dan abiotik, contoh komponen abiotik yaitu
Stalaktit ( stalactite ), Stalagmit ( stalagmite ), Tiang ( column ), Tirai (
drapery ), Teras-teras travertin, Geode (batu permata). Selain
itu di gua pindul komponen biotik yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan
dengan komponen yang ada di gua yang masih belum terjamah oleh manusia, hewan
yang kami temukan hanya kelelawar gua yang hidup di bagian atas gua. Sedangkan
pada ekosistem gua yang masih perawan, keanekaragamannya lebih banyak.
Hewan-hewan yang ditemukan lebih bervariasi seperti adanya landak gua,
laba-laba, jangkrik, kelelawar, ulat, kecoa gua dan masih banyak lagi
hewan-hewan kecil yang tinggal. Selain
itu didalam terdapat akar-akar pohon dari atas yang menembus kedalam gua yang
mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan.
2.2.5. Zona Dalam Ekosistem Gua Pindul
Gua Pindul
berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, Gua memiliki tiga zona:
Pada zona terang (di mulut gua) pindul terdapat
komponen biotic berupa: lumut, burung sriti, dan ikan. Sedangkan komponen
abiotik nya : tanah, batu, air, stalaktit, stalakmit, pH air 8, suhu 33,2 dan
kelembapan 99%. Masuk ke zona remang,
cahaya yang masuk ke lapisan goa sangat kecil. Komponen biotik nya adalah kelelawar goa (kampret dan
codot), ikan lele dan ikan nila. Sedangkan abiotiknya terdapat batu kolon yang
merupakan hasil pertemuan endapan antara stalaktit dan stalakmit yang akhirnya
membentuk tiang yang menghubungkan stalaktit dan stalakmit menjadi satu, lalu
ada air, batu tirai yaitu terbentuk dari air yang menetes melalui bidang rekahan
yang memanjang pada langit-langit yang miring hingga membentuk endapan cantik
yang berbentuk lembaran tipis vertical,kemudian ada stalakmit, stalaktit, dan
pada zona remang Ph air 8, suhu 31,64, kelembapan 94%. Dan
pada zona gelap abadi , tidak ada sama sekali cahaya yang masuk dan ketinggian
air semakin dalam sekitar 7 meter. Komponen biotik nya adalah kelelawar (codot dan kampret),
burung sriti, dan ikan. Sedangkan komponen abiotiknya terdapat stalaktit yaitu
terbentuk dari tetesan air dari atap gua yang mengandung kalsium karbonat
(CaCO3 ) yang mengkristal, dari tiap tetes air akan menambah tebal endapan yang
membentuk kerucut menggantung dilangit-langit gua, stalakmit merupakan pasangan
dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas
langit-langit gua, Batu allet yang terbentuk dari pembentukan rongga oleh
aktifitas pelarutan air tanah,
selain batu allet ada batu kapur, batu tirai besar. Kemudian dalam kondisi yang
berbeda terjadi pengendapan material mineral (kuarsa, kalsit dan fluorit) yang
dibawa oleh air`tanah pada bagian dinding rongga. Pada zona gelap abadi ini pH
air 8, suhu 31,66, kelembapan 94%. Kombinasi rafting dengan
tubing, Cave Tubing Gua Pindul merupakan gua horizontal-vertikal dengan aliran sungai
bawah tanah memiliki panjang 350 meter, lebar 5 meter dengan kedalaman 5-12m
Memiliki 3 zona yaitu zona terang, zona remang dan zona gelap, Adapun kedalaman
air berkisar 0,5-7 meter Debit air stabil baik musim hujan maupun kemarau
sehingga wisata Gua Pindul ini
aman untuk semua kalangan. Kita dapat menemukan stalagtit terbesar ke 4
didunia, keunikan batu “Gong” yang menghasilkan bunyi seperti alat Gong gamelan ketika dipukul, batu tirai
yang konon tetes airnya yang membuat
awet muda, Batu Perkasa yang membuat kaum lekaki tambah hebat. Gua ini juga
merupakan area sarang burung allet,
kelelawar, berbagai spesies ikan air tawar. Gua Pindul memiliki panjang sekitar
350 m, lebar hingga 5 m, jarak permukaan air dengan atap gua 4 m, dan kedalaman
air sekitar 5-12 m. Goa ini memiliki 3 zona. Zona terang, zona remang, dan zona
gelap. Waktu tempuh sekitar 45 menit.
2.2.6. Flora dan Fauna yang Terdapat di Gua Pindul Gua
sebagai lingkungan yang gelap dapat berperan sebagai perangkap flora dan fauna dari luar gua.
Sehingga gua dapat memicu terjadinya proses evolusi fauna dari luar gua untuk
dapat beradaptasi bertahan hidup di dalam gua. Adaptasi di dalam gua
bermacam-macam baik secara morfologi maupun fisiologi, sehingga fauna gua
mempunyai bentuk bahkan perilaku yang berbeda dengan kerabatnya yang ada di
luar gua. Adaptasi
yang paling utama adalah mereduksinya organ penglihatan karena kondisi
lingkungan gua yang gelap total. Karena tidak berfungsinya organ penglihatan
menyebabkan perkembangan organ lain untuk menggantikan organ penglihatan. Di
dalam kelompok Arthropoda, khususnya serangga organ penglihatan digantikan oleh
organ peraba yaitu antena. Antena serangga gua dapat mencapai 10 kali panjang
tubuhnya seperti pada jangkrik gua. Sedangkan kelompok Arthropoda yang tidak
mempunyai antena seperti kelompok Arachnida (Laba-laba) mengalami adaptasi
dengan berubah fungsinya kaki yang paling depan menjadi organ peraba yang
berfungsi seperti antena contohnya pada kala cemeti (Amblypygi). Kondisi
lingkungan gua yang terkadang minim bahan organik menyebabkan fauna gua
mempunyai laju metabolisme yang lebih lambat. Lingkungan gua mempunyai
kondisi mikroklimat yang relatif stabil baik temperatur, kelembaban, kandungan
karbondioksida dan oksigen. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang relatif
stagnant karena minimnya aliran udara dalam gua. Kondisi ini mempengaruhi
adaptasi flora dan fauna
gua pada lingkungan yang relatif stabil sehingga mempunyai kisaran tolerasni
yang sempit. Sedikit perubahan dalam lingkungan gua akan berpengaruh sekali
pada kehidupan flora dan fauna
gua. Sehingga fauna yang telah teradaptasi pada lingkungan gua sangat rentan
sekali terhadap gangguan. Perubahan lingkungan yang drastis seperti tercemarnya
perairan gua akan berpengaruh pada kehidupan flora dan fauna aquatik maupun
terrestrial. Kelompok
trogloxenes merupakan kelompok dari flora
dan fauna
gua yang menggunakan gua sebagai tempat tinggal namun hidupnya secara periodik
masih tergantung pada lingkungan luar gua terutama untuk mencari pakan. Contoh
fauna dalam kelompok ini adalah kelelawar, laba-laba, sriti dan mamalia lain
yang tinggal di sekitar mulut gua
sedangkan contoh flora yaitu akar pepohonan merupakan sumber bahan organik yang
penting di gua. Kelompok troglophiles merupakan kelompok fauna yang seluruh daur hidupnya terdapat di dalam
gua namun kelompok ini juga dapat hidup di dalam maupun di luar gua selain itu di dalam gua terdapat flora yaitu akar – akar
pohon dari atas yang menembus kedalam gua yang mengakibatkan perubahan warna
pada atap gua menjadi kekuningan. Kelompok troglobionts
tingkat adaptasi biota gua
yaitu:
1. Kelelawar Kelelawar merupakan
mamalia (hewan menyusui) yang dapat terbang. Pada siang hari, kelelawar tidur.
Kelelawar termasuk binatang nokturnal. Binatang nokturnal adalah binatang yang
mencari makan pada malam hari. Kelelawar terbang dan mencari makan pada malam
hari. Pada saat terbang, kelelawar tidak sepenuhnya menggunakan indra
penglihatannya. Pada saat terbang kelelawar mengeluarkan gelombang ultrasonik
melalui mulut dan hidungnya. Ultrasonik adalah suara atau getaran dengan
frekuensi yang terlalu tinggi untuk bisa didengar oleh telinga manusia, yaitu
kira-kira di atas 20 kiloHertz. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang ultra
(di atas) frekuensi gelombang suara (sonik).
2. Laba-laba Laba-laba
adalah hewan yang dikenal akan kemampuan uniknya dalam membuat sarang dan juga
menangkap mangsanya. Laba-laba adalah sejenis hewan arthropoda yaitu hewan yang
memiliki dua segmen tubuh, empat pasang kaki , tidak mempunyai sayap dan juga
tidak mempunyai mulut yang digunakan untuk mengunyah. Selain itu, laba-laba
juga termasuk dalam ordo araneae dan termasuk dalam kelas arachnida yaitu hewan
yang memiliki ju mlah kaki delapan seperti kalajen gking, tungau, dan
hewan-hewan lainnya yang memiliki kaki berjumlah delapan. Laba-laba termasuk
dalam kategori hewan karnivora yaitu pemekan daging, dalam hal ini laba-laba
sering memangsa serangga-serangga yang terperangkap dalam sarangnya. Selain itu
laba-laba juga bisa disebut hewan kanibal karena sering ditemukan laba-laba
memangsa jenis laba-laba lain. Sebagian besar laba-laba mempunyai kemampuan
untuk menyemburkan bisa dari kedua taringnya untuk memangsa musuhnya, namun
hanya sebagian kecil jenis laba-laba yang bisanya dapat membahayakan manusia.
3. Burung
Sriti Burung sriti merupakan
burung pemakan serangga yang suka meluncur. . burung ini mempunyai warna gelap
dan terbangnya sangat cepat, ukuran tubuh sedang atau bias dibilang kecil serta
memiliki sayap berbentuk bulan sabit yang sempit dan meruncing . kakinya sangat
kecil begitu juga juga paruhnya dan jenis burung ini tidak hinggap di pohon.
Burung ini mempunyai kebiasaan berdianm di gua atau rumah yang lembab, remang,
bahkan gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai
tempat beristirahat dan berkembang biak.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ekosistem Gua Pindul memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam,tempreratur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi. Ekosistem Gua Pindul merupakan salah satu tingkat keanekaragaman hayati. Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik yang berbeda berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona remang, dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri. Keanekaragaman hayati flora dan fauna ekosistem yang ada di gua pindul. Dimana pada gua pindul di dominasi dengan ekosistem air di dalamnya, sehingga disana pun banyak hewan- hewan air yang tinggal. Selain itu di gua pindul komponen biotik yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan komponen gua yang masih belum terjamah oleh manusia, hewan yang penulis temukan hanya kelelawar gua yang hidup dibagian atas gua dan ikan yang hidup di dalam air. Selain itu di dalam gua terdapat akar- akar pohon dari atas yang menembus ke dalam gua yang mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan. Dari hasil penelitian penulis, terbentuknya bentukan-bentukan berupa relief pada Goa Pindul itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur. Jika dikaji, prosesnya pelapukan yang terjadi di Gua Pindul sebagai akibat adanya pelapukan secara kimiawi.Pelapukan kimiawi yaitu proses pelapukan masa batuan yang disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut.
Ekosistem Gua Pindul memiliki ciri khas terbatas dengan absennya cahaya matahari, iklim yang hampir seragam,tempreratur yang konstan sepanjang tahun dan kelembaban relatif yang tinggi. Ekosistem Gua Pindul merupakan salah satu tingkat keanekaragaman hayati. Gua Pindul memiliki karakteristik lingkungan abiotik yang berbeda berdasarkan ketersediaan cahaya matahari, karena terdapat tiga zona di dalam gua yaitu zona terang, zona remang, dan zona gelap. Setiap zona memiliki keanekaragaman tersendiri. Keanekaragaman hayati flora dan fauna ekosistem yang ada di gua pindul. Dimana pada gua pindul di dominasi dengan ekosistem air di dalamnya, sehingga disana pun banyak hewan- hewan air yang tinggal. Selain itu di gua pindul komponen biotik yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan komponen gua yang masih belum terjamah oleh manusia, hewan yang penulis temukan hanya kelelawar gua yang hidup dibagian atas gua dan ikan yang hidup di dalam air. Selain itu di dalam gua terdapat akar- akar pohon dari atas yang menembus ke dalam gua yang mengakibatkan perubahan warna pada atap gua menjadi kekuningan. Dari hasil penelitian penulis, terbentuknya bentukan-bentukan berupa relief pada Goa Pindul itu sendiri tidak terlepas dari adanya proses pelapukan pada wilayah kapur. Jika dikaji, prosesnya pelapukan yang terjadi di Gua Pindul sebagai akibat adanya pelapukan secara kimiawi.Pelapukan kimiawi yaitu proses pelapukan masa batuan yang disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut.
3.2. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka kami memgajukan saran kepada:
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka kami memgajukan saran kepada:
1.
Dinas
Pariwisata Propinsi D.I Yogyakarta agar lebih memperhatikan, melengkapi dan
memperbaiki sarana prasaran Obyek Wisata Goa Pindul
2.
Para
pengunjung wisatawan agar lebih menjaga dan melestarikan Goa Pindul berikut
relief-relief yang terdapat didalamnya
3.
Warga
masyarakat sekitar lebih menjaga kebersihan dan keamanan agar wisatawan yang
mengunjungi Goa Pindul dapat lebih nyaman menikmati.
4.
Pengelola
perpustakan sekolah agar menyediakan banyak buku dan artikel yang berkaitan
dengan objek penelitian sebagai bahan referensi
5.
Panitia
Studi Lapangan berikutnya untuk memberikan waktu sebanyak mungkin dalam
meneliti objek kajian penelitian sehingga penelitian dilakukan bisa maksimal
DAFTAR PUSTAKA
- https://wikimedia.org/wikipedia/commons/3/33/Pindul_Cave%2C_Indonesia.JPG. Dikunjungi 26 Oktober 2016
- https://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Pindul#cite_note-gudeg-4. Dikunjungi 26 Oktober 2016
- https://id.wikipedia.org/wiki/Stalaktit. Dikunjungi 20 Oktober 2016
- https://id.wikipedia.org/wiki/Mineral. Dikujungi 20 Oktober 2016
- https://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Pindul#cite_note-uny-6. Dikunjungi 20 Oktober 2016
- "Cave Tubing Gua Pindul: Petualangan Mengarungi Sungai Bawah Tanah yang Sarat Kisah". Dikunjungi 20 Oktober 2016
- "Gua Pindul". Obyek Wisata Indonesia. "Bertualang di Sungai Bawah Tanah Gua Pindul". Dikunjungi 0 Oktober 06
- Hadiwerdoyo, C.H. "Desa Wisata Gua Pindul". Dikunjungi 20 Oktober 2016
- "Berpetualang ke Goa Pindul Wonosari DIY". HMPG Universitas Negeri Yogyakarta. Dikunjungi 20 Oktober 2016
- "Eksotisme Gua Pindul Bejiharjo". Tribun Jogja. Dikunjungi 20 Oktober 2016
- "Wisata Jogjakarta ke Cave Tubing Gua Pindul". Obyek Wisata Indonesia. Dikunjungi 20 Oktober 2016
Komentar